Istri istri presiden soekarno
Mungkin sebagian orang bingung, mengapa
diberi judul misteri? Karena tak semua rakyat Indonesia tahu, berapa
tepatnya istri Presiden pertama Indonesia ini. Ada yang bilang empat
istri atau ada juga yang bilang lima istri.
Yang resmi diketahui selama ini, Presiden
Soekarno tercatat memiliki sembilan orang istri selama hidupnya.
Soekarno memang dinilai sebagai seorang Don Juan yang selalu memesona wanita. Berkali-kali diakui oleh Soekarno, dirinya memang seorang pemuja wanita cantik.
Mantan Ajudan Soekarno, Bambang
Widjanarko menceritakan Soekarno memang jagoan soal wanita. Kharisma
Soekarno ditambah intelektualitas yang tinggi, membuat wanita-wanita
bertekuk lutut.
Selain itu, Soekarno juga selalu bersikap gallant atau sopan dan hangat pada setiap wanita.
Tak peduli wanita itu tua atau muda. Soekarno tak segan-segan mengambilkan minum sendiri untuk tamu wanitanya.
Soekarno juga selalu membantu memegang
tangan wanita, jika wanita itu keluar mobil. Sukarno menghormati wanita,
juga sangat romantis. Dia juga tak sungkan mengumbar pujian pada
wanita. Hal ini yang selalu membuat para wanita tersanjung.
Berdasarkan catatan sejarah, sembilan
istri Soekarno adalah Siti Utari Tjokroaminoto yang dikawini tahun 1920
dan berpisah pada tahun 1923. Kemudian Inggit Garnasih yang mendampingi
Soekarno selama kurun 1923 hingga 1943.
Selanjutnya Fatmawati yang disunting pada
tahun 1943 dan tidak pernah diceraikan hanya meninggalkan Istana
Merdeka begitu Soekarno menikahi Hartini pada tahun 1954. Hartini
mendampingi hingga Soekarno wafat pada 21 Juni 1970.
Soekarno juga menikahi Kartini Manoppo
pada tahun 1959 hingga 1967. Juga ada Naoko Nemoto alias Ratna Sari Dewi
yang dinikahi pada 1962 dan Haryati 1963 hingga 1966.
Dua nama terakhir yang menjadi istri Soekarno adalah Yurike Sanger yang dinikahi tahun 1964 dan Heldy Djafar pada tahun 1966.
Dari sembilan istrinya tersebut, total
ada sepuluh anak yang ‘resmi’ diakui sebagai anak Bung Karno. Dari
Fatmawati, Bung Karno dikaruniai 5 anak yakni Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
Sedangkan dari Hartini, ada dua anak Bung
Karno yakni Taufan dan Bayu. Dari Ratna Sari Dewi lahirlah Kartika.
Demikian juga dari Haryati lahirlah Ayu, dan anak terakhir Soekarno
berasal dari Kartini Manoppo yang diberi nama Totok.
Berikut kesembilan istri syah Sukarno:
- Oetari (1921–1923)
- Inggit Garnasih (1923–1943)
- Fatmawati (1943–1956)
- Hartini (1952–1970)
- Kartini Manoppo (1959–1968)
- Ratna Sari Dewi (1962–1970)
- Haryati (1963–1966)
- Yurike Sanger (1964–1968)
- Heldy Djafar (1966–1969)
Indo Crop Circles mencoba menguaknya dari berbagai sumber mulai dari wikipedia, beberapa situs luar negeri dan wartawan merdeka.com
Laurencius Simanjuntak, Didi Syafirdi dan Ramadhian Fadillah. Berikut
sembilan wanita yang bertekuk lutut dan dipersunting Soekarno.
1. Oetari Tjokroaminoto (Siti Oetari) – (1921–1923)
Oetari Tjokroaminoto adalah istri pertama
Soekarno sekaligus putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto,
pemimpin Sarekat Islam yang juga sebagai guru Soekarno.
Soekarno menikahi Oetari usianya belum
genap 20 tahun. Siti Oetari sendiri waktu itu berumur 16 tahun. Soekarno
menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya.
Soekarno kepada Utari Tjokroaminoto :
“Lak, tahukah engkau
bakal istriku kelak.? … orangnya tidak jauh dari sini, kau ingin tau?
boleh..Orangnya dekat sini kau tak usah beranjak, karena orangnya ada di
sebelahku”
Sewaktu
itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto, Jl Peneleh II/27
Surabaya, ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas.
Soekarno menikahi Oetari untuk meringankan beban keluarga Tjokro. Kala itu istri Tjokro baru saja meninggal.
Soekarno tidak mencintai Oetari sebagaimana seorang suami mencintai istrinya. Begitu pula Oetari.
Dunia pergerakan Soekarno dan dunia kanak-kanak Oetari terlalu berseberangan. Hubungan mereka pun lebih seperti kakak-adik.
Beberapa saat sesudah menikah, Bung Karno
meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan
di perguruan tinggi di THS (sekarang ITB).
Pernikahan Soekarno dan Oetari tidak
bertahan lama. Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik tak
lama setelah kuliah di Bandung.
2. Inggit Garnasih – (1923–1943)
Inggit Garnasih (lahir di Desa Kamasan,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Februari 1888 –
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 13 April 1984 pada umur 96 tahun
adalah istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
Kala
itu Soekarno kos di Bandung tahun 1921. Sejak awal pertemuan di rumah
Inggit Garnasih, dia sudah mengagumi sosok Inggit yang matang dan
cantik.
Mereka menikah pada 24 Maret 1923 di rumah orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
Pernikahan mereka dikukuhkan dengan
Soerat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15
sen, dan berbahasa Sunda.
Soekarno berusia 20 tahun dan Inggit berusia 33 tahun kala itu. Pernikahan Inggit dengan Haji Sanusi pun tidak bahagia.
Pada sosok Inggit Soekarno menemukan pelabuhan cintanya. Inggit begitu telaten melayani dan mendengarkan Soekarno.
Soekarno kepada Inggit Garnasih :
“Aku kembali ke Bandung.., dan kepada tjintaku yang sesungguhnya.”
Inggit mendampingi Soekarno dalam suka dan duka selama hampir 20 tahun. Pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit yang tak mau dimadu.
Sayang, setelah 20 tahun berumah tangga,
bahkan dengan setia nunut Bung Karno hingga ke Ende dan Bengkulu, Inggit
harus rela berpisah.
Karena si Bung terpikat pada Fatmawati, yang pernah ikut mondok dalam rumah tangga mereka saat di Bengkulu.
Sekalipun bercerai tahun 1942, Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Soekarno, termasuk melayat saat Soekarno meninggal.
Kisah cinta Inggit-Soekarno ditulis
menjadi sebuah roman yang disusun Ramadhan KH yang dicetak ulang
beberapa kali sampai sekarang.
3. Fatmawati (Fatimah) – (1943–1956)
Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir
di Bengkulu, 5 Februari 1923. Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno
bertemu Fatmawati. Gadis muda ini adalah putri tokoh Muhammadiyah di
Bengkulu.
Usia Soekarno dan Fatmawati terpaut 22
tahun lebih muda. Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan Soekarno
dengan Inggit Garnasih berakhir. Inggit menolak dipoligami dan memilih
pulang ke Bandung.
Soekarno kepada Fatmawati :
“Engkau menjadi terang dimataku. Kau yang akan memungkinkan aku melanjutkan perdjuanganku yang maha dahsyat.”
Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan
Fatmawati menikah. Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah
Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama. Dia juga yang
menjahit bendera pusaka merah putih.
Tapi
kebahagiaannya sebagai pendamping Bung Karno harus terkoyak pada tahun
ke-12. Sebab, belum genap dua hari ia melahirkan Guruh, Sukarno mendekat
sambil berkata lirih, “Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan
Hartini.”
Pada tahun 80-an lalu, kehendak Fatmawati menemui Inggit di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, seperti tertulis dalam buku “Fatmawati Sukarno: The First Lady” karya Arifin Suryo Nugroho, terwujud berkat bujuk rayu mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Ali menemui Inggit pada 7 Februari 1980
untuk menjajaki kemungkinan menerima kehadiran Fatmawati, yang telah 38
tahun tak lagi berkomunikasi. Di hadapan Inggit yang telah sepuh itu,
Fatmawati Sukarno bersimpuh.
“Indung mah lautan hampura
(seorang ibu adalah lautan maaf),” kata Fatmawati. Inggit yang telah
sepuh itu membalas sambil memeluk dan mengelus kepala Fatmawati.
“Hanya, ke depan, jangan mencubit orang lain kalau tak ingin dicubit, karena dicubit itu rasanya sakit,” jelas Inggit, istri yang cuma bisa memberi tanpa mau meminta kepada suaminya.
Sambil berurai air mata, Fatmawati bersujud menciumi kedua kaki Inggit.
Dengan terbata-bata, Fatmawati meminta maaf karena telah menjalin tali kasih dan menikah dengan Sukarno.
Bagi Fatmawati, kehendaknya menemui mantan ibu angkatnya Inggit, seolah menjadi penyuci diri.
Pada 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal
dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari
Mekah, lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima
orang anak. Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
4. Hartini – (1952–1970)
Hartini adalah wanita setia yang sempat
mengisi hidup Soekarno. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20
September 1924. Ayahnya Osan adalah pegawai Departemen Kehutanan yang
rutin berpindah kota. Hartini menamatkan SD di Malang dan beliau
diangkat anak oleh keluarga Oesman di Bandung.
Hartini melanjutkan pendidikan di Nijversheid School
(Sekolah Kepandaian Putri) Bandung. Hartini menamatkan SMP dan SMU di
Bandung. Hartini remaja dikenal cantik, dan Hartini muda menikahi
Suwondo dan menetap di Salatiga. Ia menjadi janda pada usia 28 tahun
dengan lima orang anak.
Saat dipinang oleh sang proklamator pada 1953, Hartini berumur 29 tahun dan berstatus janda lima anak.
Soekarno kepada Hartini :
“Tien, I can’t work
without you. Meski kamu istri kedua (setelah Fatmawati-red), kamu tetap
istri saya yang sah. Biarpun kamu tidak tinggal di Istana Negara, kamu
tetap mejadi ratu. Kamu akan menjadi ratu yang tidak bermahkota di
Istana Bogor.” (saat meminta Hartini menjadi istrinya)
Pernikahan
keduanya diawali tahun 1952 di Salatiga, Hartini berkenalan dengan
Soekarno yang rupanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Saat itu Soekarno, dalam perjalanan menuju Yogyakarta untuk meresmikan Masjid Syuhada.
Setahun kemudian, Hartini dan Soekarno bertemu saat peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan.
Melalui seorang teman, Soekarno mengirimkan sepucuk surat kepada Hartini dengan nama samaran Srihana.
Dua hari setelah Guruh Soekarno Putra lahir, tanggal 15 Januari 1953, Soekarno meminta izin Fatmawati untuk menikahi Hartini.
Kepada Tempo edisi 22 September
1999 lalu, Hartini menepis tudingan publik bahwa dirinya telah merebut
Bung Karno dari Fatmawati. Untuk bersedia menerima pinangan Bung Karno
yang bertubi-tubi, dia harus membayarnya dengan amat mahal. Sebab,
hampir semua media dan aktivis perempuan kala itu menyudutkan dirinya,
dan lebih membela Fatmawati.
“Benar, sudah ada Ibu Fatmawati, sang first lady, ketika saya menikah dengan Bung Karno. Tapi, setelah saya, juga ada Dewi,” ujar Hartini.
Dan, kalau dirinya dikatakan merebut Bung
Karno dari Ibu Fat, ia melanjutkan, bukankah Ibu Fat juga merebut Bung
Karno dari Ibu Inggit, dan Ibu Inggit merebutnya dari Ibu Tari (Oetari)?
Lalu, setelah Dewi, bukankah masih ada
lagi Haryatie, Yurike, dan belum pacar-pacar yang lain? Jadi semuanya
sama. Yang membedakan, hanya ada satu first lady.
“Saya tidak merebut Bung Karno. Saya menjalani takdir yang digariskan hidup,” Hartini menegaskan.
Dari Soekarno, Hartini melahirkan dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.
Hartini tetap menjadi istri saat masa
kekuasaannya Soekarno sudah memasuki usia senja. Hartini juga tetap
mempertahankan status pernikahan hingga ajal menjemput Soekarno.
Di pangkuan Hartinilah, Putra Sang Fajar
menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970.
Hartini meninggal di Jakarta, 12 Maret 2002 pada umur 77 tahun.
5. Kartini Manoppo – (1959-1968)
Sosok
wanita ini merupakan salah satu istri yang paling dicintai oleh
Soekarno. Kartini Manoppo menjadi istri Bung Kerno yang kelima. Keduanya
menikah pada tahun 1959.
Soekarno kepada Kartini Manoppo :
“Aku mencintai kamu, aku ingin kau membalas cintaku….sekarang juga saya minta kepastian darimu ya atau tidak”
Awal
mula Bung Karno jatuh hati pada wanita yang pernah jadi pramugari
Garuda Indonesia itu saat melihat lukisan karya Basuki Abdullah.
Sejak saat itu, Kartini tak pernah absen tiap kali Bung Karno pergi ke luar negeri.
Kartini merupakan wanita asal Bolaang Mongondow, Sulawesi.
Dia terlahir dari keluarga terhormat,
sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno.
Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.
Menikah dengan Kartini Manoppo, Bung Karno dikarunia anak Totok Suryawan Sukarno pada 1967.
6. Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto) – (1962–1970)
Ratna
Sari Dewi adalah wanita keenam yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan
nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, Dewi dinikahi sang
proklamator saat usia 19 tahun.
Soekarno kepada Ratna Sari Dewi :
“Kalau aku mati,
kuburlah aku di bawah pohon yang rindang. Aku mempunyai istri yang aku
cintai dengan segenap jiwaku. Namanya Ratna Sari Dewi. Kalau ia
meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama
aku.”
Kisah
pertemuan Soekarno dan Dewi cukup menarik. Gadis Jepang itu berkenalan
dengan Soekarno lewat seseorang ketika Bung Karno berada di Hotel
Imperial, Tokyo.
Sebelum menjadi istri Soekarno, Dewi adalah seorang pelajar sekaligus entertainer.
Gosip beredar bahwa dia adalah seorang geisha. Namun rumor itu berkali-kali dibantahnya.
Menjelang redupnya kekuasaan Soekarno,
Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di
Paris, sejak 1983 Dewi kembali menetap di Jakarta.
Dalam ‘A Life in the Day of Madame Dewi’
diceritakan, setelah bercerai dengan Soekarno, ia kemudian pindah ke
berbagai negara di Eropa termasuk Swiss, Perancis, dan Amerika Serikat.
Pada 2008, ia menetap di Shibuya, Tokyo, Jepang.
Pada bulan Januari 1992, Dewi menjadi
terlibat di dalam banyak perkelahian dipublikasikan di sebuah pesta di
Aspen, Colorado, Amerika Serikat dengan sesama tokoh masyarakat
internasional dan ahli waris Minnie Osmeña, putri mantan presiden
Filipina.
Dewi juga pernah membuat kontroversi pada 1998, ia berpose untuk sebuah buku foto berjudul Madame Syuga.
Di dalam buku Madame Syuga yang
diterbitkan di negara asalnya tersebut, pada isinya menampilkan sebagian
foto-foto dirinya yang sedang berpose artistik setengah bugil, dan
memperlihatkan tato-tato pada tubuhnya.
Bukunya untuk sementara tidak
didistribusikan di Indonesia dan segera dilarang karena bisa jadi akan
membuat banyak orang Indonesia merasa tersinggung dengan apa yang
dianggap mencemarkan nama baik Sukarno dan warisannya.
Dari Soekarno yang ketika itu berumur 57 tahun, Dewi mempunyai satu anak yaitu Kartika Sari Dewi Soekarno.
7. Haryati – (1963 – 1966)
Sebelum dinikahi Soekarno pada 1963, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian.
Karena pekerjaannya itulah, Haryati dekat dengan sang proklamator.
Melihat kemolekan Haryati, Soekarno bak Arjuna yang tak henti mengirim rayuan kepada wanita berusia 23 tahun itu.
Bahkan, status Haryati sebagai kekasih orang lain, tak membuat Soekarno mundur untuk meluapkan rasa cintanya.
Hati Haryati pun akhirnya jebol dan tak kuasa menolak pinangan sang kepala negara.
Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada 21 Mei 1963.
Soekarno kepada Haryati:
“Yatie adiku wong
aju, iki lho alrodji sing berkarat kae. Kuliknakna nganggo, mengko
sawise sasasi rak weruh endi sing kok pilih: sing ireng, apa sing dek
mau kae, apa sing karo karone?
Dus; mengko sesasi
engkas matura aku. (dadi senadjan karo karone kok senengi, aku ja seneng
wae). Masa ora aku seneng! Lha wong sing mundhut wanodja palenging
atiku kok! Adja maneh sakados alrodji, lha mbok apa apa ja bakal tak
wenehke.”
Namun selang tiga tahun, Haryati
diceraikan tanpa anak. Soekarno beralasan sudah tidak cocok. Saat itu,
Soekarno juga sedang dekat dengan Ratna Sari Dewi.
8. Yurike Sanger – (1964 – 1968)
Pertama
kali Presiden Soekarno bertemu dengan Yurike Sanger pada tahun 1963.
Kala itu Yurike masih yang masih berstatus pelajar menjadi salah satu
anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara Kenegaraan.
Soekarno kepada Yurike Sanger :
“Yury,
I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
Yours,
Soekarno.”
(Yurike Sanger, saat itu masih berstatus pelajar SMA )
Pertemuan itu rupanya langsung menarik
perhatian Sang Putera Fajar. Perhatian ekstra diberikan sang presiden
kepada gadis bau kencur itu, mulai dari diajak bicara, duduk
berdampingan sampai diantar pulang ke rumah.
Rupanya,
benih-benih cinta sudah mulai di antara keduanya. Singkat waktu, Bung
Karno menyatakan perasaannya dan menyampaikan ingin menikah dengan sang
pujaan hati. Seutai kalung pun diberikan ke Yurike.
Akhirnya, Bung Karno menemui orangtua
Yurike. Pada 6 Agustus 1964, dua anak manusia yang tengah dimabuk cinta
itu menikah secara islam di rumah Yurike.
Berjalannya waktu, ternyata pernikahan ketujuh Sang Proklamator berjalan singkat. Kondisi Bung Karno pada 1967 yang secara de facto di makzulkan sebagai presiden, berdampak pada kehidupan pribadi.
Didasari rasa cinta yang luar biasa, Bung
Karno yang menjadi tahanan rumah di Wisma Yoso (sekarang, Musium Satria
Mandala – pen.) menyarankan agar Yurike meminta cerai. Akhirnya
perceraian itu terjadi, meski keduanya masih saling cinta. ( video
wawancara dengan Yurike |1| |2| )
9. Heldy Djafar – (1966 – 1969)
Heldy
Djafar merupakan istri terakhir Soekarno, istri kesembilan. Keduanya
menikah pada 1966, kala itu Bung Karno berusia 65 tahun sedangkan Heldy
gadis asal Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur itu, masih berusia 18
tahun.
Soekarno kepada Heldy Jafar :
“Dear dik Heldy,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
Mas.”
(Saat itu kekuasaan Soekarno mulai pudar)
Pernikahan keduanya hanya bertahan dua tahun. Kala itu situasi politik sudah semakin tidak menentu.
Komunikasi tak berjalan lancar setelah
Soekarno menjadi tahanan di Wisma Yaso (sekarang, Musium Satria Mandala –
pen.), di Jalan Gatot Subroto.
Heldy sempat mengucap ingin berpisah, tetapi Soekarno bertahan. Soekarno hanya ingin dipisahkan oleh maut.
Akhirnya, pada 19 Juni 1968 Heldy 21 tahun menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor.
Kala itu Heldy yang sedang hamil tua mendapat kabar Soekarno wafat. Soekarno tutup usia 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.
Diangkat ke Layar Lebar
Total, Bung Karno sembilan kali resmi
menikah. Dari istri pertama Siti Utari, hingga wanita terakhir yang
dinikahinya, Heldy Djafar. Pengalaman hidup kisah percintaan sang
proklamator terhadap keseembilan istrinya tersebut akhirnya diangkat ke
layar lebar dengan judul ‘9 Reasons’.
Film 9 Reasons ini mengisahkan
tentang 9 wanita utama di dalam kehidupan Presiden pertama Indonesia,
Ir. Soekarno. Bung Karno memang terkenal senang dikelilingi oleh
perempuan-perempuan cantik dan mempunyai banyak istri.
Di film ini akan diungkapkan kenapa beliau sangat mengagumi perempuan dan akhirnya menikahi mereka dengan berbagai alasan.
8 dari 9 wanita itu adalah Utari
Tjokroaminoto, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo,
Dewi, Yurike, dan Hariyati. Berbagai intrik di dalam rumah tangganya
tentu menarik untuk di simak.
Para pemain film 9 Reasons: Tio
Pakusadewo sebagai Soekarno, Acha Septriasa sebagai Utari Tjokroaminoto,
Revalina S. Temat sebagai Fatmawati, Wulan Guritno sebagai Kartini
Manoppo, Lola Amaria sebagai Hartini, Happy Salma sebagai Inggit
Ganarsih, Mariana Renata sebagai Dewi, Pevita Pearce sebagai Yurike,
Putri Aribowo sebagai Hariyati.
Selain film ‘9 Reasons’, kisah perjalanan
Sang Proklamator juga diangkat dalam sebuah film berjudul sama dengan
nama proklamator ini, berjudul: Soekarno. Film besutan tahun 2013 ini ditayangkan pada bulan Desember 2013 (lihat trailernya dibawah halaman).
Namun kembali kepada kesembilan istri, di
luar kesembilan janda-janda cantik tersebut juga ada sejumlah wanita
juga mengaku pernah dinikahi Soekarno dan sempat mempunyai anak. Tapi
tidak ada bukti kuat ataupun catatan dokumen apapun mengenai mereka.
Salah satu alasan mereka tak mempunyai
bukti kuat adalah karena kebanyakan dari mereka selama puluhan tahun ini
tetap berusaha untuk “bersembunyi” dimasa Orde Baru. Itu semua akibat
ketakutan mereka pada masa rezim 32 tahun itu. Hingga kini beberapa yang
merasa sebagai mantan istri dan anaknya, ada yang masih hidup.
Maharani Misma Susanna Siregar
Siti Aisyah Margaret Rose, mengaku kalau
ibunya, Maharani Misma Susanna Siregar merupakan istri keempat Bung
Karno. Versi Aisyah, Soekarno menikahi ibunya pada 18 September 1958 di
Istana Merdeka.
Entah dari mana asal muasalnya, dia
menambah nama belakangnya dengan Soekarnoputri. Namun hingga kini tidak
ada bukti otentik yang menunjukkan kalau Aisyah yang kerap disapa Bunda
Aisyah itu, memang anak biologis sang proklamator.
Namun Aisyah seperti lupa, mengklaim sebagai anak Soekarno tetapi perilakunya malah menindas rakyat kecil.
Hanya karena enam piringnya hilang, dia
menuduh Rasminah yang bekerja di rumahnya sebagai pencuri. Tanpa
basa-basi kasus sepele itu dibawa ke jalur hukum.
Sebagai orang kecil, Rasmiah harus
menahan pedih di penjara dan kasusnya berlanjut sampai ke meja hijau.
Beruntung hakim Pengadilan Negeri Tangerang masih memiliki nurani,
Rasmiah divonis bebas. Namun oleh MA Rasmiah dihukum 130 hari.
Setelah Rasmiah bebas, keadaan justru
berbalik. Bunda Aisyah kena batunya. Dia ditangkap polisi atas tuduhan
melakukan penipuan terhadap 313 orang calon haji. Dengan suaminya RSAW
(56), Aisyah ditangkap di Salatiga, Jawa Tengah, pada Jumat (4/11/2012)
lalu.
Dari tangan keduanya, polisi hanya
menemukan 313 paspor dalam sebuah kardus. Sementara uang milik korban
telah raib. Kedua tersangka dijerat Pasal 378 dan atau 372 KUHP jo 55
ayat (1) tentang penipuan dan atau penggelapan.
Jetje Langelo
Gempar Soekarnoputra yang sosoknya mirip
Soekarno muda, apalagi jika memakai peci mengaku ia merupakan anak dari
istri Bung Karno yang bernama Jetje Langelo yang dinikahi di Manado
1957.
Ibunda Gempar adalah putri kecantikan dan
siswa teladan se-Sulawesi tahun 1953 di Manado. Gempar lahir pada 13
Januari 1958. Dari kecil hingga dewasa, dia menggunakan nama Charles
Christofel.
Saat menjelang kejatuhan Orde Baru dan
demonstrasi mahasiswa begitu kencang, Charles ikut turun ke jalan
menyerukan agar Soeharto turun dari kekuasaan. Sang ibu kemudian
memanggil anaknya pulang ke Manado.
Dalam pertemuan yang terjadi pada Natal
1999, Charles mendapatkan kabar mengejutkan. “Kamu adalah anak
Soekarno.” Begitu kata-kata Jetje yang dikenang Charles.
Ibundanya kemudian menjelaskan panjang lebar mengapa hal ini dirahasiakan setelah puluhan tahun.
Hal itu tak lain karena amanat Soekarno sendiri yang menginginkan anaknya diamankan, jika sewaktu-waktu kekuasaannya jatuh.
Apalagi pada awal-awal pemerintahan Orde Baru, kata Jetje, ada operasi militer yang hendak menumpas sisa-sisa rezim Orde Lama.
Tak hanya menjelaskan, Jetje juga
menunjukkan berbagai bukti yang selama ini disembunyikan. Seperti
foto-foto, surat-surat, tongkat komando, keris, serta amanat yang
ditulis oleh tangan Soekarno sendiri.
Dalam amanat tertulis permintaan agar
sang anak kelak pada saatnya ia sudah dewasa berpolitik dinamai:
Muhammad Fatahillah Gempar Soekarnoputra. “Kutitipkan bangsa dan negara
kepadanya!”
Menurut Gempar, ada beberapa pejabat
dekat Soekarno yang mengetahui soal pernikahan ini, seperti Mayor
Sugandi (ajudan Presiden), Henk Ngantung (Gubernur DKI Jakarta), Ibnu
Sutowo (kemudian menjadi Dirut Pertamina), dan Ali Sadikin.
Meski awalnya ragu, perlahan-lahan
Charles Christofel mulai menerima kenyataan bahwa dirinya adalah salah
satu keturunan dari Bung Karno.
Dia kemudian mengubah identitas namanya
menjadi Muhammad Gempar Soekarnoputra. Dia pun mulai gemar memakai
pakaian ala Bung Karno, lengkap dengan peci dan kacamata hitam saat
bertemu publik.
Terjun ke dunia politik, pada pemilu
legislatif 2004 Gempar mendirikan Partai Nasionalis Indonesia Bersatu
(PNIB). Namun tidak lolos verifikasi KPU dan gagal menjadi peserta
pemilu.
Gempar kemudian mendirikan Partai Barisan
Nasional (Barnas) menjelang pemilu 2004 bersama sejumlah tokoh mantan
pendiri Partai Demokrat. Dia menjadi wakil ketua umum dengan ketua Vence
Rumangkang. Belakangan, saat kepengurusan Partai Barnas pecah, Gempar
menjadi ketua dewan pembina Partai Barnas yang diketuai William Jaya
Kusli.
Marilyn Monroe
Pertemuan antara Soekarno dan Marilyn
Monroe dalam sebuah pesta itu telah menjadi isu di kalangan pejabat
elite AS. Bagaimana tidak, Soekarno dikenal sebagai seorang ‘penggemar’
wanita, sementara bintang Hollywood itu merupakan sang penggoda ulung.
Tak banyak yang tahu, apa yang dibicarakan Bung Karno dan Monroe dalam perjamuan di Beverly Hills Hotel akhir Mei 1956 itu.
Meski demikian, rumor tentang apa yang terjadi setelah pertemuan itu tetap saja santer.
Dalam ‘Celebrity Secrets: Official Government Files on the Rich and Famous’, Anthony Summers, seorang yang mempunyai otoritas menulis tentang Monroe, menyatakan:
“Selama syuting Bus Stop, 1956,
Marilyn bertemu dengan Presiden Indonesia, Achmed Sukarno…. Dia ingin
memberitahu temannya Robert Slatzer bahwa ia dan Soekarno telah
‘menghabiskan malam bersama’.”
Dalam buku yang mengklaim berbasis data
FBI itu, Summers mengungkapkan apapun yang terjadi pada pertemuan itu
tidak ada yang berlalu tanpa diketahui oleh CIA, agen rahasia AS.
“Dalam tahun-tahun itu, Indonesia
menjulang sebagaimana Vietnam dalam pantauan Washington sebagai
prioritas di Asia,” demikian tulis buku karya Nick Redfern dan Nicholas
Redfern itu.
Buku ini juga mengungkapkan, pada 1957
dan 1958 sebuah rekaman menunjukkan CIA terlibat pada semua jenis
kejahatan untuk mendongkel Soekarno, “Yang dipandang bertanggung jawab
mengarahkan negaranya pada komunisme.”
Meski demikian, masih menurut buku itu,
ketika AS merasa butuh untuk menjilat Soekarno, CIA bermimpi untuk
menggunakan seks dalam bentuk Marilyn Monroe. “Agar sang diktator merasa
dihormati.”
Menurut Joseph Smith, mantan pejabat CIA di Asia, dikutip dari buku ‘Goddess: The Secret Lives of Marilyn Monroe’, karangan Anthony Summer, ada pertemuan lanjutan antara Soekarno dan Monroe setelah malam itu.
“Ada upaya untuk membuat Soekarno terus bersama Monroe,” kata Joseph Smith.
“Pertengahan 1958, saya mendengar ada rencana untuk membawa mereka bersama ke ranjang,” tambah Joseph Smith di buku itu.
Soal kebenaran pernyataan Smith itu,
sampai sekarang masih jadi misteri. Begitu juga soal kebenaran informasi
Monroe dekat atau merupakan agen CIA.
Selain Marilyn Monroe, masih ada
isyu-isyu wanita lain seputar presiden Sukarno, termasuk pada saat
lawatan-lawatannya di beberapa negara termasuk di Russia.
Namun semua itu hanya info sepenggal saja, pihak dari negara-negara tersebut tidak pernah mau mengungkapkannya secara terbuka.
Seorang wanita yang dilimpahi aliran
cinta yang bergelora, harus tabah menyaksikan padamnya api asmara,
tatkala Sukarno terpikat pada wanita lain. (sumber: merdeka.com / wikipedia/ berbagai sumber dari dalam dan luar negeri/ editor: IndoCropCircles )