Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 26 Maret 2011

Jejak MacArthur di Kesunyian Morotai

Morotai, - Morotai, pulau kecil penuh misteri di ujung Maluku. Konon, di pulau ini bersemayam Suku Moro. Pada zaman dahulu, Suku Moro pernah menjelajahi kawasan Maluku. Kini penduduk setempat memandang Suku Moro sebagai sosok-sosok misterius yang bersemayam di dunia lain. Sisi misterius Morotai tak hanya itu. Pada masa Perang Dunia II, kawasan Morotai menjadi lahan pertempuran antara Jepang dan aliansi Amerika Serikat dan Australia.
Setelah Jepang dikalahkan, Amerika Serikat kemudian membangun pangkalan militer di Morotai. Beberapa tempat di Morotai masih menyisakan peninggalan-peninggalan masa perang tersebut. Tak hanya di permukaan tanah. Jika Anda menyelam dan menggali bumi Morotai, bisa dipastikan di beberapa titik lokasi Anda masih bisa menjumpai peralatan perang dari tentara Jepang, Amerika Serikat, ataupun Australia.
Beberapa pria di Morotai yang menggunakan dog tag, kalung identitas yang biasa dipakai tentara. Mereka memakai dog tag tentara Jepang, Amerika Serikat, dan Australia. Bahkan Firman, warga Morotai, mengalungi ratusan dog tag. Koleksi dog tag miliknya pernah ditawar puluhan juta rupiah oleh seorang warga negara asing. Namun, ia menolak menjual dog tag koleksinya.
Tentara Jepang saat itu berjumlah sekitar 600 orang. Secara jumlah, mereka kalah banyak dengan tentara sekutu yang berjumlah lebih dari 60.000 orang. Belum lagi armada pesawat tempur dan kapal laut yang berseliweran di udara serta laut. Bayangkan, betapa ramainya pulau kecil ini di masa perang. Kini penduduk Morotai berjumlah 50.000 orang. Listrik yang sering padam dan malam hari yang gelap karena minimnya lampu penerangan jalan, Morotai bagai pulau terpencil di antah berantah.
Perang Morotai antara Jepang dan Amerika Serikat-Australia terjadi tahun 1944-1945. Dari pertempuran ini, seorang jenderal legendaris muncul. Ia adalah Douglas MacArthur, jenderal tentara Amerika Serikat. MacArthur adalah otak dari segala pertempuran di Morotai, termasuk penyerangan ke Filipina. Jenderal yang gemar mengisap tembakau dengan cangklong itu berperan besar untuk kemenangan Amerika Serikat dan sekutu atas Perang Dunia II di wilayah Pasifik.
Karena itu, Morotai sangat kaya akan lokasi-lokasi bersejarah yang berhubungan dengan MacArthur. Tak pelak, selain wisata bahari, wisata sejarah pun bisa menjadi tema besar untuk kabupaten yang baru berusia dua tahun ini. Kita pun bisa berkesempatan menapak tilas di beberapa kawasan tempat MacArthur pernah menginjak. Perjalanan  menuju Morotai dari Tobelo, Halmahera Utara menuju Morotai menggunakanspeedboat. Untuk bisa melihat pemandangan yang lebih sempurna, duduk di atap speedboat memang lebih mantap. Laut biru dan gugusan pulau, sebuah panorama yang mencuri hati.
Dari kejauhan, warna biru laut mulai berubah menjadi pasir putih dan hijau nyiur. Pulau Dodola sudah di depan mata. Pulau Dodola sebenarnya terdiri dari dua pulau, yaitu Dodola Besar dan Dodola Kecil. Kedua pulau ini disambungkan dengan pasir putih memanjang. Jika laut pasang, sambungan pasir putih ini pun terputus dan kedua pulau menjadi terpisah. Namun, di kala surut, Dodola Besar dan Dodola Kecil bergabung menjadi Dodola yang memanjang. Pulau cantik dengan pasir putih yang lembut ini masih terjaga keperawanannya. Dulu, MacArthur dan para tentara sering berlibur di pulau ini. Pulau tersebut menjadi favorit tentara sekutu melepas penat dengan berjemur, berenang, dan menyelam.
Perjalanan kemudian menuju Morotai. Hanya perlu waktu sekitar 20 menit untuk mencapai pusat kota Morotai dari Pulau Dodola. Kita bisa mampir di lapangan udara Pitu Strep, Desa Wawama. Lapangan udara peninggalan sekutu tersebut dahulu memiliki tujuh landasan. Saat ini, landasan yang masih bisa terpakai hanya dua. Satu landasan untuk landasan pacu dan satu lagi untuk apron atau tempat parkir pesawat.
"Pitu Strep dibangun hanya dalam waktu satu bulan," kata Nyoman Oka, anggota TNI AU yang bertugas di Pitu Strep.
Ya, kini Pitu Strep dikelola TNI AU. Para ahli insinyur dari Amerika dibantu penduduk setempat mengerjakan proyek besar ini dalam waktu singkat. Dari landasan udara inilah sejarah tercipta. Strategi lompat katak yang dibangun MacArthur dengan menguasai pulau-pulau karang untuk menembus Filipina membuahkan kemenangan manis. Tak hanya Filipina berhasil ia rebut dari Jepang, MacArthur pun berhasil menembus sampai ke negara Jepang. Pada masa itu, udara Pitu Strep begitu sibuk dengan seliweran lebih dari 200 pesawat tempur. Sekarang, hanya tinggal keheningan di tengah rimbun pepohonan.
Air Kaca menjadi lokasi selanjutnya untuk menapak tilas sosok MacArthur. Di lokasi ini, MacArthur biasa mandi seusai berenang. Tentara-tentara sekutu pun sering berendam di Air Kaca. Pada masa itu, air di area ini sangat bening hingga disebut sebagai air kaca. Terletak di tengah hutan, sebuah ceruk tergenang air bagaikan kolam. Lokasi ini sangat teduh karena ditutupi beberapa pohon rindang yang tinggi. Sayang, air kaca sekarang sudah tak bening lagi. Areal tersebut sudah tidak terawat. Airnya keruh dan semak liar tumbuh bebas. Cerita-cerita rakyat setempat yang mengatakan bahwa air kaca begitu indah pun tinggal kenangan.
Selanjutnya, perjalanan kita tempuh kembali dengan membelah laut. Pulau Zumzum adalah tujuannya. Dari Morotai hanya perlu waktu sekitar 10 menit dengan speedboat. Salah satu alasan ingin ke sana adalah karena ingin membuktikan keberadaan patung MacArthur di tengah-tengah pulau. 
Ternyata, untuk mencapai patung MacArthur, pengunjung harus berjalan kaki menembus semak dan pohon rindang. Jalan setapak memang ada, tetapi rimbunan pohon menutupi jalan. Patung MacArthur sebagai penanda bahwa Sang Jenderal pernah bermarkas di pulau tersebut. Di pulau tersebut masih bisa ditemukan bungker pusat komando tentara sekutu.
Selain lokasi-lokasi tersebut, ada beberapa daerah lain yang kental akan peninggalan kisah perang dunia. Bahkan, tak hanya di darat, di bawah laut perairan Morotai pun kaya akan peninggalan sejarah. Tentara Jepang dan sekutu, saat meninggalkan Morotai, membuang persenjataan perang mereka ke laut. Ada pula yang dikubur di bumi Morotai.
Sebagian besar penduduk Morotai kemudian memanfaatkan rongsokan besi-besi peralatan perang untuk aneka kerajinan tangan, seperti aksesoris. Banyak orang yang merasa peninggalan sejarah akan semakin habis karena praktik tersebut. Namun, penduduk Morotai optimistis baru sebagian kecil rongsokan perang yang berhasil ditemukan. Sisanya masih menunggu untuk disingkap dari selimut misteri Pulau Morotai.
Pertahanan perbatasan?
Beda dengan Sekutu yang menyadari pentingnya geopolitik Motorai, kini pulau seluas 2.476 km persegi itu nyaris tak terurus.  



Lampu Precision Approach Path Indicator (PAPI) di landasan pacu lapangan terbang Pitu, Morotai tampak menyorot ke arah Hercules C-130 yang melayang di atasnya. Penerbangan yang menyertakan Sekretaris Jendral Menteri Pertahanan Eris Herryanto itu akan menguji coba kelayakan landasan sepanjang 2,4 km itu untuk pendaratan malam hari.


Landasan tersebut sudah ada di Kabupaten Morotai, area perbatasan Indonesia-Filipina, sejak 1942. Amerika Serikat membuat tujuh landasan pacu di area tersebut untuk mempersiapkan penyerangan atas Jepang, musuhnya dalam Perang Dunia II.

Pemanfaatan kembali lapangan terbang itu, sebagaimana dikatakan Eris, adalah salah satu upaya Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk mendukung sektor perekonomian. "Jadi istilahnya, defence supporting economy. Artinya, aset-aset apa dari Kemenhan yang kira-kira bisa digunakan untuk mendukung ekonomi masyarakat, kita berdayagunakan," tutur Eris di Bandara Babullah, Ternate


Sasaran itu juga menjadi tujuan Eris dan Kemenhan bagi masyarakat di Morotai. Menurut penuturan Sukemi Sahab, pelaksana tugas Bupati Morotai, kehidupan masyarkatnya yang berjumlah 64 ribu orang sangat bergantung pada hasil laut dan industri pariwisata.

Laut Morotai mampu menghasilkan ikan tuna, kerapu dan juga rumput laut dalam jumlah besar. Bahkan PT Morotai Maritim Culture (MMC), satu-satunya perusahaan perikanan di Morotai, bisa melakukan ekspor hingga ke Hongkong.

"Setiap kali ekspor jumlahnya mencapai 12 ton. Tahun ini MMC sudah ekspor dua kali, bulan Januari dan Maret," ungkap Ismail, kepala dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kabupaten Morotai.

Masyarakat Morotai, termasuk Sukemi pun berharap, pemanfaatan kembali Lapangan Terbang Pitu bisa menyokong ekspor hasil laut yang juga akan berimbas pada pemasukan daerah. "Karena saat ini kalau mau ekspor ikan perlu 8 hari untuk sampai ke Cina. Kalau bisa pakai (lapangan) ini, mungkin perusahaan bisa sewa pesawat cargo untuk ekspor," kata Sukemi.

Berdasar keterangan Komandan Pangkalan Udara Pitu (Danlanud), Mayor Sadewo, dari tujuh landasan pacu yang terdapat di Lapangan Terbang Pitu, hanya empat saja yang layak untuk digunakan. "Selama ini, pangkalan yang merawat landasan, dengan anggaran dari pusat," ucap Sadewo yang juga ikut dalam uji coba terbang malam ke Morotai.

Mengenai pesawat apa saja yang nantinya akan memanfaatkan Lapangan Terbang Pitu, Eris tak banyak berkomentar. "Belum dibicarakan pesawatnya apa saja. Tapi nanti kita akan mendiskusikannya lagi dengan Dinas Perhubungan," kata Eris.

Lapangan Udara Pitu dikategorikan dalam kategori D. Artinya, tidak ada pesawat dan tidak ada radar. Hanya disiapkan untuk operasi. Jadi, sudah pasti pesawat asing tak terpantau. Hal ini dipengaruhi oleh pangkat Danlanud dan juga berbagai fasilitas yang terdapat di landasan tersebut.

"Memang masih banyak yang harus ditambah di (bandara) sini. Seperti avication aid, radar cuaca, radio komunikasi, dan lain sebagainya," imbuh Sadewo.

Saat menghadiri jamuan makan malam di kediaman Sukemi Suhab, Eris sempat meluangkan waktu untuk melakukan dialog dengan masyarakat Morotai. Banyak di antara mereka yang berharap agar pihak Kemhan memberikan dukungan berupa fasilitas seperti perahu boat dan anggaran lainnya sebagai kelanjutan dari kunjungan tersebut.

"Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa. Tapi yang barusan bapak-ibu sampaikan, akan saya teruskan kepada pihak-pihak yang terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, dan sebagainya," tutur Eris, diplomatis.

Eris tak menampik, wilayah perbatasan menjadi salah satu fokus utama Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro dalam masa kepemimpinannya saat ini. Selain Morotai, dalam beberapa pekan ke depan Kemhan berencana untuk menyambangi wilayah perbatasan lainnya, salah satunya, pulau Natuna

Dari berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar